Selasa, 29 Januari 2013

sastra tradisional


Jenis – Jenis Sastra Tradisional

Sastra tradisional terdiri dari beberapa jenis seperti mitos, legenda, fabel, cerita rakyat, nyanyian rakyat, dan lain-lain. Pembedaan jenis sastra tradisional tersebut, sebagaimana dikemukakan Mitchell (2003:228) tidak pernah jelas, karakteristik tertentu yang dipandang membedakan antara satu jenis cerita dan jenis cerita yang lain tidak pasti. Ada unsur ketumpangtindihan karakteristik di antara berbagai jenis sastra tradisional. Misalnya, sesuatu yang dikatakan sebagai mitos di dalamnya juga terdapat hal-hal yang merupakan karakteristik legenda.
Dalam dunia kesastraan, Indonesia dikenal adanya penamaan sastra Melayu Lama yang menunjuk pada berbagai jenis sastra rakyat yang dihasilkan oleh masyarakat Melayu. Fang (1976:1) membedakan sastra rakyat Melayu Lama ke dalam lima macam, yaitu cerita asal-usul, cerita binatang, cerita jenaka, cerita pelipur lara, dan pantun. Pembagian itu lebih aman karena tidak perlu mempersoalkan ciri-ciri keduanya yang bertumpang tindih.
 
1.        Mitos
a.        Hakikat dan kandungan mitos
Mitos (myths) adalah salah satu jenis cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan supranatural yang lain melebihi batas-batas kemampuan manusia. Menurut Lukens (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:172) mitos merupakan sesuatu yang diyakini bangsa atau masyarakat tertentu yang pada intinya menghadirkan kekuatan-kekuatan supranatural. Mitos berbicara tentang hubungan manusia dengan dewa-dewa, atau antardewa, dan itu merupakan suatu cara manusia menerima dan menjelaskan keberadaan dirinya yang berada dalam perjuangan tarik-menarik antar kekuatan baik dan jahat Huck dkk (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:173). Mitos juga sering dikaitkan dengan cerita tentang berbagai peristiwa dan kekuatan, asal-usul tempat, tingkah laku manusia, atau sesuatu yang lain. Ia hadir dengan menampilkan cerita yang menarik, yang mengandung aksi, peristiwa, ber-suspense tinggi dan juga berisi konflik kehidupan.
Kebenaran cerita mitos itu sendiri patut dipertanyakan, terutama lewat sudut pandang rasional dewasa ini, tetapi masyarakat pada umumnya menerima kebenaran itu tanpa mempertanyakan kembali. Menurut Saxbyc (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:173) kenyataan bahwa mitos muncul pada tiap masyarakat dan atau kultur berkaitan dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan untuk menjawab persoalan yang tidak diketahuinya. Ia hadir untuk memenuhi dan memuaskan rasa ingin tahu, memenuhi kebutuhan religi yang dipergunakan untuk mengatur kehidupan. Oleh karena itu, mitos paling tidak pada awalnya dipandang sebagai sesuatu yang keramat dan baru kemudian menjadi cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun.
Mitos sering dikaitkan dengan cerita yang bersifat religius dan spiritual. Hal ini juga dikemukakan oleh Hamilton (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:173) bahwa mitos merupakan sebuah kebenaran, kebenaran yang diyakini oleh masyarakat. Ia memberikan semacam tuntunan dan berkekuatan spiritual kepada masyarakat. Ia sengaja dikreasikan masyarakat pada waktu itu untuk memahami keajaiban dan keagungan semesta. Ford (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:174) mengemukakan bahwa mitos memandang realitas sebagaimana halnya dengan mimpi, ia berbicara tentang kejiwaan dan kehidupan kita. Jika dilihat sudut luarnya sajha, alur ceritanya saja, mitos bersifat fantastik, kurang dapat diterima secara logika, tetapi inti dalamnya adalah suatu kebenaran.
Jadi, berdasarkan  kenyataan bahwa kehidupan masyarakat diikat oleh keyakinan terhadap mitos, mitos tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan psikologis yang paling dalam. Hal itu tidak saja berkaitan dengan kebutuhan pemahaman atau budaya, tetapi juga berkaitan dengan perspektif histori, kultural, estetis, dan spiritual, Saxbyc (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:174). Mitos dapat dipandang sebagai sebuah kebanggaan, kebanggan masyarakat bahwa mereka mempunyai sejarah masa lalu yang dalam banyak hal dipandang sebagai wujud kebesaran, dan kini dipandang sebagai salah satu bentuk identitas bangsa yang penting.
b.        Jenis mitos
Mitos dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori berdasarkan sudut pandang tertentu. Huck dkk (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:175) membedakan mitos ke dalam tiga jenis berdasarkan isi yang dikisahkan, yaitu (i) mitos penciptaan (creation myths), (ii) mitos alam (nature myhts), dan (iii) mitos kepahlawanan (hero myths). Disamping itu, ada juga yang terkait dengan sejarah maka kiranya perlu ditambahkan satu jenis lagi, yaitu mitos sejarah.
1)   Mitos penciptaan
            Mitos penciptaan (creation myths) atau disebut juga mitos asli (origin myths) adalah mitos yang menceritakan dan atau menjelaskan awal mula kejadian sesuatu. Tiap masyarakat yang berlatar belakang budaya tertentu memiliki mitos yang berkisah tentang awal mula dan atau penciptaan itu, seperti cerita tentang bagaimana kejadian dunia, manusia, binatang, matahari, dan bulan, dan lain-lain. Di masyarakat Jawa juga terdapat sebuah mitos yang mengisahkan terjadinya berbagai tempat tertentu, misal mitos terjadinya Gunung Merapi, kabut yang mengelilingi Gunung Merapi itu, kejadian binatang tertentu, dan lain-lain. Mitos yang berasal dan hidup di Jawa  banyak yang berkaitan dengan dewa-dewa tokoh wayang. Wayang adalah cerita tradisional Jawa yang paling tua, bahkan telah ada sejak zaman prasejarah., maka wajar jika tokoh-tokoh wayang itu menjadi mitos dan legenda. Contohnya misal, mitos tentang Dewi Sri –yang Dewi kesuburan itu- yang turun ke dunia dan dikejar-kejar oleh Kala Gumarang yang kemudian dikutuknya menjadi babi hutan, dan bani hutan sampai kini suka merusak tanaman, khususnya padi, sebagai bentuk pembalasan kepada Dewi Sri, mitos Kejadian Gua Kiskenda di barat Yogyakarta, dan lain-lain.
2)                  Mitos alam
Mitos alam (nature myths) adalah cerita yang menjelaskan hal-hal yang bersifat alamiah seperti formasi bumi, pergerakan matahari dan bumi, perbintangan, perubahan cuaca, karakteristik binatang, dan lain-lain. Cerita wayang dari Jawa banyak menampilkan mitos jenis ini, misalnya Batara Wisnu adalah dewa penjaga alam, Batara Bayu dewa angin, Batara Brama dewa api, Batara Baruna dewa laut, Batara Kamajaya-Dewi Ratih dewa-dewi cinta, dan lain-lain. Di tangan para dewa penguasa alam tersebut, wilayah alam tertentu akan tunduk. Misalnya api akan tunduk kepada Batara Brama. Cerita tentang Nyai Rara Kidul (Ratu Laut selatan) yang mampu menaklukkan laut yang terkenal dengan gelombangnya yang ganas dalam mitos masyarakat Jawa dapat dimasukkan  ke dalam mitos jenis ini. Dalam mitos ini diceritakan antara Nyai Rara Kidul mampu memerintahkan gelombang sebagaimana yang dikehendakinya.
3)   Mitos kepahlawanan
Mitos kepahlawanan (hero myths) adalah mitos yang mengisahkan seorang tokoh yang menjadi pahlawan karena kualifikasi dirinya memiliki keajaiban tertentu di luar nalar kemanusiaan. Jadi, tokoh cerita yang ditampilkan adalah tokoh yang memiliki kekuatan supranatural, keajaiban, atau kualifikasi lain sebagaimana yang dimiliki dewa-dewa, atau manusia setengah dewa, yang dikisahkan dalam perjalanan hidupnya luar biasa. Di cerita Yunani klasik dikenal adanya nama Hercules, putra Zeus, raja para dewa, dengan perempuan bukan dewa, yang memiliki kesaktian luar biasa yang berjaung melawan kejahatan. Kisah hidup Nyai Rara Kidul atau Ratu laut Selatan kiranya dapat dikategorikan sebagai mitos jenis ini. Kisah hidup Nyai Rara Kidul adalah sebagai berikut. Raja MundingWangi mempunyai seorang putri yang amat cantik, yaitu Kadita atau disebut Dewi Srengenge. Raja masih bersedih karena tidak mempunyai anak laki-lakiyang bakal menggantikan nya sebagai raja, maka ia kawin lagi dengan dewi Mutiara, dan lahirlah seorang anak laki-laki. Tetapi kemudian Dewi Mutiara yang berwatak dengki mengguna-gunai Kadita sehingga menjadi perempuan kudisan dan kurapan. Dengan berat hati raja terpaksa membuang putrinya agar tidak membawa aib. Kadita pun pergi dari istana dengan bersikap pasrah kepada Maha Pencipta dan tidak mendendam, dan akhirnya sampailah di tepi laut selatan. Ia mendengar suara yang seolah-olah memanggilnya untuk menceburkan dirinya ke laut. Begitu tubuhnya menyentuh air laut, ia segera pulih kembali menjadi putri yang cantik jelita. Ia pun segera mendirikan kerajaan di dasar samudra dengan istana yang indah dan menjadi ratu penguasa laut selatan dan dunia gaib. Karena bersifat gaib, kerajaan dan istananya tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Cerita mitos ini memberikan pesan moral bahwa seseorang haruslah secara ikhlas menerima musibah dan itu semua akan membawa hikmah.
4)   Mitos sejarah
Mitos ini merupakan mitos yang hubungannya dengan peristiwa sejarah, peristiwa dan tokoh yang benar-benar ada dan terjadi. Jadi, ia merupakan gabungan antara cerita mitos dengan tokoh dan peristiwa sejarah. Tokoh dan sebagian peristiwanya dapat ditemukan dalam sejarah, namun sebagian peristiwa yang lain sulit dibuktikan kebenarannya dan bahkan kurang dapat diterima logika biasa. Jadi, mitos sejarah pada umumnya hadir dengan maksud untuk mendewakan tokoh sejarah yang bersangkutan tentang kesaktian, kemampuan, kebijakan, atau kualifikasi kepribadian yang lain. Contoh mitos sejarah Panembahan Senapati, pendiri dan raja pertama kerajaan Mataram, merupakan salah satu tokoh sejarah yang banyak dikaitkan mitos karena kemampuan, kesaktian, dan kebijakannya sebagai raja. Ia dikisahkan mempunyai hubungan dan sering berhubungan dengan Nyai Rara Kidul, salah seorang tokoh mitos yang lain. Jika menghendaki sesuatu yang cukup sulit dilakukan, Panembahan Senapati sering meminta bantuan kepada Nyai Rara Kidul, dan Nyai Rara kidul pun akan dengan senang hati membantunya. Misalnya, ketika Panembahan Senopati bermaksud melepaskan diri dari kekuasaan raja Pajang, Sultan Hadiwijaya, yang adalah ayah angkatnya sendiri, Panembahan Senapati minta bantuan Nyai Rara Kidul, sedang pamanya, Ki Juru Mertani, meminta bantuan kepada kekuatan halus lain di Gunung Merapi.

2.        Dongeng Rakyat
a.         Hakekat dongeng
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:198) Dongeng merupakan salah satu cerita rakyat (flolktale) yang cukup beragam cakupanya bahkan untuk memudahkan penyebutanya, semua cerita lama, termasuk ketiga jenis cerita yang sudah diceritakan di atas sering begitu saja disebut sebagai dongeng. Misalnya, Bawang Merah Bawah Putih, Timun Emas. Dongeng berasal dari kelompok etnis, masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan dunia baik yang berasal tradisi lisan maupun yang sejak semula diceritakan secara tertulis.
Istilah dongeng dapat dipahami sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal. Dari sudut pandang ini, dongeng dapat dipandang sebagai cerita fantasi walaupun terkesan aneh dan secara logika sebenarnya tidak dapat diterima. Karena dongeng berisi cerita yang tidak benar-benar terjadi, kemudian berkembang makna dongeng secara metaforis, dongeng sebagai salah satu genre cerita anak tampaknya dapat dikategorikan sebagai salah satu cerita fantasi dan dilihat dari segi panjang cerita biasanya relatif pendek.
Selain itu, pada umumnya dongeng juga tidak terikat oleh waktu dan tempat, dapat terjadi dimana saja, dan tanpa ada pertanggungjawaban pelataran. Kekurangjelasan latar tersebut sudah terlihat sejak cerita dongeng dimulai, yaitu sering mempergunakan kata-kata pembuka penunjuk waktu seperti pada zaman dahulu kala, pada zaman dahulu ketika binatang masih bisa bercakap-cakap seperti halnya manusia. Ketidakjelasan latar tersebut dapat memberikan kebebasan pembaca (anak) untuk mengembangkan daya fantasinya kemana pun dan kapan pun mau dibawa. Namun bagi orang dewasa, misalnya ingin mengetahui kebenaran dan kepastian untuk memperkirakan munculnya cerita dongeng yang bersangkuta menjadi terhambat. Namun demikian, sebagian dongeng menunjukan latar tertentu yang menyangkut waktu maupun tempat.
Isi dongeng pun bukannya tanpa unsur kebenaran, dalam arti hal-hal yang dikisahkan itu berangkat dari tokoh dan peristiwa yang benar-benar ada dan terjadi. Dilihat dari sudut pandang dongeng menjadi bertumpang tindih dengan legenda. Namun, juga tidak mudah dikenali unsur mana yang merupakan cerita fantasi yang benar-benar ada dan terjadi. Dilihat dari segi penokohan, tokoh-tokoh dongeng pada umumnya terbelah menjadi dua macam yaitu tokoh berkarakter baik dan buruk. Selain itu, dilihat dari unsur karakter tersebut tokoh dongeng umumnya lebih berkarakter sederhana.
Kemunculan dongeng berfungsi untuk memberikan hiburan, dan sebagai sarana mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu. Dongeng juga merupakan suatu bentuk cerita rakyat  yang bersifat universal yang dapat ditemukan di berbagai pelosok masyarakat dunia.

b.        Dongeng klasik dan modern
Sesuai dengan pembedaan yang dilakukan Stewig (1980:160-1), dongeng klasik termasuk kedalam sastra tradisional (traditional literarture), sedangkan dongeng modern ke dalam sastra rekaan (composed literature). Dongeng klasik adalah cerita dongeng yang telah muncul sejak zaman dahulu yang telah mewaris secara turun-temurun melalui tradisi lisan. Dongeng modern adalah cerita dongeng yang sengaja ditulis untuk maksud bercerita dan agar tulisanya itu dibaca oleh orang lain.
Contoh dongeng klasik Indonesia adalah Timun Emas. Dongeng itu berkisah tentang Mbok Randa yang kesepian karena tidak memiliki anak. Maka, ia pun berdoa agar dikaruniani anak. Doanya terkabul dengan kehadiran raksasa yang mau memberikan anak tetapi dengan syarat kelak setelah berusia 16 tahun anak itu diminta untuk dimakan dan Mbok Randa pun menyanggupinya. Raksasa memberikan biji mentimun untuk ditanam dan dalam waktu dua minggu, tanaman tersebut berbuah banyak. Salah satu buah itu terlihat besar berwarna kuning keemasan. Buah itu kemudian dipetik dan dibalah oleh Mbok Randa dan terlihat seorang bayi perempuan yang diberi nama Timun Emas. Ketika Timun Emas berusia 16 tahun, raksasa itu pun datang menagih janji, tetapi Mbok Randa meminta waktu dua tahun lagi agar Timun Emas lebih besar. Mbok Randa mendapatkan petunjuk agar meminta bantuaan seorang pertapa untuk menyelamatkan Timun Emas. Oleh sang pertapa, ia diberi empat macam barang yaitu timun, jarum, garam, dan terasi sebagai senjata. Ketika raksasa datang lagi, Timun Emas lari dengan membawa keempat barang tersebut.
Raksasa pun mengejar Timun Emas. Ketika sudah dekat, Timun Emas melemparkan biji mentimun dan seketika berubah menjadi buah timun ranum yang banyak dan raksasa berhenti memakannya. Begitulah dengan ketiga senjata yang lain, ketika dilemparkan oleh Timun Emas untuk menghambat pengejaran raksasa itu, jarum berubah menjadi bambu, garam berubah menjadi lautan, dan terasi berubah menjadi lautan lumpur. Jika ketiga rintangan sebelumnya dapat dilewati oleh raksasa itu, rintangan keempat tidak berhasil dilaluinya, maka raksasa itu pun tenggelam. Akhirnya Timun Emas kembali hidup damai dengan Mbok Randa. Jadi, cerita dongeng ini memberikan pesan moral kepada pembaca yaitu bahwa orang yang berkarakter baik dan mau berusaha gigih pada akhirnya akan dapat mengalahkan ancaman dari orang jahat dan lebih kuat.
Sedangkan dongeng modern adalah cerita fantasi modern. Sebagai sebuah dongeng modern, cerita-cerita itu sengaja dikreasikan oleh pengarang yang mencantumkan namanya. Oleh karena itu, selain dimaksudkan untuk memberikan cerita menarik dan ajaran moral tertentu, ia juga tampil sebagai sebuah karya seni yang memiliki unsur-unsur keindahan yang antara lain dicapai melalui kemenarikan cerita, penokohan, pengaluran, dan stile.
Cerita-cerita seperti Harry Potter (J.K. Rowling), Lord of the rings (J.R.R.Tolkien), Goosebumps (R.L.Stine), dan buku-buku cerita karya HC. Anderson, dan lain-lain cerita serialnya telah diindonesiakan itu dapat dikategorikan sebagai dongeng modern atau cerita fantasi.  Contoh untuk karya Indonesia misalnya adalah buku hilangnya ayam bertelur emas (Djokolelono). Namun isi cerita dan detil-detil, termasuk didalamnya aspek pelataran, sering disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masa kini. Hal itu dimaksudkan sebagai “pemandu” bagi pembaca anak yang hidup di zaman sekarang.
3.        Fabel
a.         Hakikat cerita binatang
Cerita binatang (Fabel) adalah salah satu bentuk cerita (tradisional) yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya komunitas manusia, juga dengan permasalahan hidup layaknya manusia. Mereka dapat berpikir, berlogika, berberperasaan berbicara, bersikap, bertingkah laku, dan lain-lain sebagaimana halnya manusia dengan bahasa manusia. Cerita binatang seolah-olah tidak berbeda halnya dengan cerita yang lain, dalam arti cerita dengan tokoh manusia, selain bahwa cerita itu menampilkan tokoh binatang.

a.         Asal-usul cerita binatang
Menurut Fang (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:193) paling tidak ada dua pendapat yang memberikan argumentasi. Pertama, cerita binatang sudah muncul sejak manusia masih primitif, dan dalam masyarakat primitif orang tiap hari berkumpul dengan binatang. Kedua, cerita binatang berasal dari India dan kemudian menyebar ke Asia dan Eropa karena di India terdapat banyak cerita binatang yang termashur seperti Jataka, Pancatantra, dan Sukasaptati. Dalam kepercayaan masyarakat India, makhluk-makhluk itu hakikatnya sama saja karena dalam titisannya manusia dapat menjadi binatang, dan sebaliknya binatang dapat menjadi manusia. Oleh karena itu, binatang-binatang juga diceritakan dapat berbicara, berpikir, dan berasa sebagaimana halnya manusia.

b.    Jenis Fabel
1)        Fabel klasik
Cerita binatang sudah ada sejak zaman Yunani klasik dan India kuno misalnya cerita yang berjudul Jataka dan Pancatantra. Di Indonesia cerita itu juga ditemukan di Malayu, Jawa, Sunda, Toraja. Dalam cerita itu selalu ditampilkan binatang yang menjadi peran utama, kecil, lemah, tetapi cerdas sehingga dapat menundukkan binatang-binatang yang besar dan kuat. Pada sastra Melayu dan Jawa tokoh binatang itu adalah kancil, sedang pada sastra Sunda kera, dan di Toraja kerahantu.
Contoh penggalan cerita kancil yang telah dikutip dari buku yang ditulis oleh Burhan (2005:195) :           
Kancil memperoleh kekuatan setelah menggosokkan badannya ke getah pohon ara. Setelah Kancil mendamaikan Kambing dengan Harimau, ia menjadikan termashur. Apalagi setelah mampu membunuh raksasa dengan tipu dayanya, binatang-binatang yang lain takluk kepadanya. Namun, Kera tidak mau takluk dan minta bantuan Gajah, Singa, dan Buaya. Ketiganya pun dapat dimatikan oleh Kancil. Kancil kemudian menghukum Kera dengan ditipu Secara prinsipial tidak ada perbedaan antara fabel klasik dan fabel modern kecuali bahwa yang disebut belakangan ditulis relative belum lama dan sengaja dimaksudkan sebagai bahan bacaan sastra. Namun, bahwa cerita binatang dipergunakan untuk memberikan pesan moral kepada pembaca, terutama anak-anak, merupakan tujuan lain hadirnya cerita itu baik dalam cerita binatang klasik maupun modern.
menerjang sarang lebih sehingga tubuhnya bengkak-bengkak. Kancil mengumumkan bahwa siapa pun yang tidak mau tunduk kepadanya akan dihukum, maka tetaplah Kancil duduk di atas singgasana kebesarannya.

b)   Fabel modern
Dilihat jumlahnya fabel modern jauh lebih banyak daripada fabel klasik karena setiap saat selalu saja bermunculan lewat berbagai media massa. Tokoh –tokoh binatang yang dimunculkan amat beragam meliputi berbagai jenis binatang seperti bermacam burung, ikan, binatang hutan, binatang rumahan dan lain-lain jauh lebih beragam daripada dalam fabel klasik. Penyajiannya dalam bentuk buku bacaan juga terlihat semakin menarik saja, yaitu dengan disertai gambar-gambar yang sesuai pada tiap halaman dan dengan sampul depan yang tidak kalah menarik. Hal itu tentu saja akan lebih menarik perhatian anak untuk membacanya.
contoh :
Cerita Keledai yang Dungu yang pada halaman sampul dan tiap halaman dalam disertai gambar-gambar seperti manusia dengan kepala tokoh binatang-binatang yang bersangkutan. Isi cerita mengisahkan keledai yang selalu dapat ditipu binatang-binatang lain karena kebodohannya. Mula-mula Kambing menipu Keledai agar mengharap Harimau karena ingin memakan rumput, kemudian Beruang menyuruhnya mengambilkan madu di pohon dan Keledai dikroyok Lebah. Setelah itu datang Tupai minta tolong mengambilkan bola di sungai, dan ketika Keledai masuk ia dikejar-kejar buaya. Keesokan harinya ia ditipu Rubah dengan menunjukkan tempat rumput yang hijau, tetapi dipasangi perangkap, mak terjebaklah Keledai. Setelah itu, Keledai bertemu Kucing yang meminta tolong mengambilkan laying-layang di pohon, dan ketika memanjay ia terjatuh dan kesakitan, sedang kucing hanya menertawakannya. Akhirnya, Keledai menyadari karena kebodohannya. Maka, ia bertekad untuk belajar agar tidak mudah diperdayai kawan-kawannya. Pesan moral cerita ini jelas ditunjukkan pada akhir cerita, yaitu agar tidak mudah ditipu oleh orang lain, kita harus giat belajar agar pandai.
Jika dibandingkan dengan fabel klasik, fabel modern lebih kontekstual dengan keadaan dewasa ini. Hal ini mudah dipahami karena cerita itu diciptakan pada masa kini dan untuk bacaan anak masa kini, sehingga alur ceritanya juga disesuaikan dengan kondisi kehidupan msa kini. Dengan cara itu, anak lebih mudah masuk dan terlibat secara emosional ke dalam alur cerita.

4.        Wayang

a.     Warisan seni budaya adiluhung
Bangsa Indonesia memiliki warisan seni budaya yang tinggi nilainya, yaitu berupa cerita wayang. Wayang yang telah melewati berbagai peristiwa sejarah, dari generasi ke generasi, menunjukkan betapa budaya pewayangan telah melekat dan menjadi bagian hidup bangsa Indonesia, khususnya Jawa. Wayang adalah sebuah wiracarita yang berpakem pada karya besar, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Teks asli kedua cerita itu ditulis dalam Bahasa Sansekerta. Setelah masuk ke Jawa, kemudian disadur dan disunting ke dalam bahasa Jawa Kuno. Sehingga, jadilah cerita Ramayana dan Mahabharata versi Jawa (Groenendael, via Nurgiyantoro, 1998:25). Kedua karya tersebut merupakan karya master piece dan kini dipandang sebagai kesenian tradisional yang adiluhung.
Cerita wayang telah banyak diwariskan melalui media pertunjukan, terutama pertunjukan wayang kulit. Cerita estetika wayang mula-mula diceritakan secara lisan turun-temurun. Sebagai sebuah karya sastra, cerita wayang mempunyai ciri kesastraan yang dominan, yaitu ciri estetik. Cerita wayang menganut prinsip-prinsip estetika Timur.
Sesuai dengan pakem cerita, pola karakter tokoh wayang sudah pasti dan itu memudahkan penikmat mengenalinya karena karakter akan menjadi familiar. Di dalam cerita wayang, hampir semua masalah manusia terdapat di dalamnya dan kemampuannya menyerap berbagai cerita dan kondisi zaman tanpa merusak pakem cerita sehingga wayang dapat dikatakan sebagai ensiklopedi hidup.

5.        Lagenda

a.    Hakikat Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mitos, perbedaan antara mitos dengan  lagenda tidak  pernah jelas. Keduanya sama-sama menampilkan cerita yang menarik dengan tokoh-tokoh yang hebat yang berada di luar batas-batas kemampuan manusia lumrah. Hal yang membedakannya adalah bahwa mitos sering dikaitkan dewa-dewa atau kekuatan supranatural yang luar jangkauan manusia. Sebaliknya, walau sama-sama menghadirkan tokoh-tokoh yang yang hebat, lagenda tidak mengaitkan tokoh-tokoh itu dengan tokoh, peristiwa, atau tempat-tempat nyata yang mempunyai kebenaran sejarah (lukens, 2003:27). Berbagai cerita yang diangkat menjadi lagenda adalah tokoh dan peristiwa yang memang nyata, ada dan terjadi di dalam sejarah.

b.    Ciri-Ciri Legenda
Adapun beberapa ciri-ciri legenda adalah sebagai berikut.
1)      Oleh yang empunya cerita dianggap sebagai suatu kejadian yang sungguh- sungguh pernah terjadi.
2)      Bersifat sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Tokoh utama dalam legenda adalah manusia.
3)      “Sejarah” kolektif, maksudnya sejarah yang banyak mengalami distorsi karena seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.
4)      Bersifat migration yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda.
5)      Bersifat siklus, yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu, misalnya di Jawa legenda-legenda mengenai Panji.





c. Jenis-Jenis Legenda
      Legenda dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu legenda tokoh, tempat dan peristiwa.

1)      Legenda tokoh
Legenda tokoh dimaksudkan sebagai cerita lagenda yang mengisahkan ketokohan seorang tokoh. Dengan kata lain, tokoh itulah yang menjadi lagenda karena kehebatan, kesaktian, kebijakan, atau kualifikasi jati dirinya yang lain yang menyebabkan kekaguman orang atasnya.
Di berbagai pelosok tanah air di Indonesia banyak ditemukan tokoh yang hebat yang kehebatannya menjadi kisahdalam lagenda. Misalnya, kisah Jaka Tingkir. Dikisahkan, sewaktu Jaka Tingkir bermaksud pergi ke Demak ia harus melewati sungai ternyata dihuni banyak buaya dan buaya-buaya itu menyerang getek (perahu) yang dinaikinya. Maka, terjadilah pertempuran yang seru antara Jaka Tingkir dengan buaya-buaya tersebut dan dimenangkan oleh Jaka Tingkir. Buaya-buaya yang kalah itu akhirnya menjadi penyangga getek yang dinaiki jaka tingkir. Cerita Jaka Tingkir ini mengandung pean moral antara lain perlunya keberanian dan rasa percaya diri untuk menghadapi musuh atau penghalang tujuan.

2)        Lagenda tempat peninggalan
Lagenda tempat-tempat peninggalan dimaksudkan sebagai cerita yang berkaitan dengan adanya peninggalan-peninggalan tertentu atau asal-usul terjadinya sesuatu penamaan tempat-tempat tertentu. Lagenda ini dapat berupa cerita tentang adanya kejadian-kejadian tertentu menyebabkan adanya tempat-tempat peninggalan yang hingga kini masih dapat dilihat, seperti Gunung Baka, Gunung Tangkupanprahu, Rawa Pening, Telaga Ngebel, Telaga Warna, dan lain-lain. Lagenda ini dapat berkaitan dengan penamaan tempat-tempat tertentu, seperti Yogyakarta, Surakarta, dan lain-lain.
Lagenda tentang asal-usul penamaan suatu tempat misalnya adalah kisah penamaan kerajaan Surakarta. Setelah pemberontakan Cina di Kartasura dapat di selesaikan , Sunan Paku Buwana II memindah kerajaan kearah Timur di Kampung Sala. Tetapi, nama itu terlalu sederhana. Maka dicarilah nam yang tepa. Tumenggung Honggowongso dipercaya Sunan mencari nama. Tumenggung Mertalaya meras iri, maka ia menyuruh menghadang tumenggung itu dan membunuhnya. Ketika bertemu dijalan, prajurit itu tidak dapat melakukan tugas itu karena melihat ketenangan Honggowoso. Honggowoso kemudian berpesan untuk disampaikan kepada Martalaya bahwa kin bukan lagi zaman sura, tetapi karta. Sebelum berpindah, dulu mereka berada dalam zaman karta lalu memasuki sura. Oleh karena itu, kini mereka berpindah dari kartasura ke Surakarta. Sesuatu yang aneh kemudian terjadi: sewaktu meresmikan keraton, kerajan baru itu oleh Sunan Paku Buwana II diberi nama Surakarta. Sementara itu, tempat bertemunya Hongowoso dengan prajurit yang mencegatnya kemudian sampai kini diberi nama Kampung Honggowoso. Lagenda ini memberikan pesan moral bahwa sikap tenang dapat mengalahkan niat jahat, dan sikap berjiwa besar untuk menempatkan kepentingan yang lebih besar di atas kepentinagn sendiri.

3)                  Lagenda peristiwa
Lagenda peristiwa adalah peristiwa-peristiwa besar tertentu yang kemudian menjadi lagenda. Lagenda yang berkaitan dengan peristiwa besar tersebut tidak dapat dipisahkan dengan tokoh-tokoh besar yang melagenda itulah yang sering menjadi pelaku peristiwa yang dimaksud. Atau, dapat juga peristiwa-peristiwa besar. Namun demikian, peristiwa besar itu tidak harus dilakukan oleh tokoh, melainkan juga karena alam atau kehendak Maha Kuasa. Misalnya, kisah Maling Kundang dari Sumatra Barat.

1 komentar: