Jenis
– Jenis Sastra Tradisional
Sastra
tradisional terdiri dari beberapa jenis seperti mitos, legenda, fabel, cerita
rakyat, nyanyian rakyat, dan lain-lain. Pembedaan jenis sastra tradisional
tersebut, sebagaimana dikemukakan Mitchell (2003:228) tidak pernah jelas,
karakteristik tertentu yang dipandang membedakan antara satu jenis cerita dan
jenis cerita yang lain tidak pasti. Ada unsur ketumpangtindihan karakteristik
di antara berbagai jenis sastra tradisional. Misalnya, sesuatu yang dikatakan
sebagai mitos di dalamnya juga terdapat hal-hal yang merupakan karakteristik
legenda.
Dalam
dunia kesastraan, Indonesia dikenal adanya penamaan sastra Melayu Lama yang
menunjuk pada berbagai jenis sastra rakyat yang dihasilkan oleh masyarakat
Melayu. Fang (1976:1) membedakan sastra rakyat Melayu Lama ke dalam lima macam,
yaitu cerita asal-usul, cerita binatang, cerita jenaka, cerita pelipur lara,
dan pantun. Pembagian itu lebih aman karena tidak perlu mempersoalkan ciri-ciri
keduanya yang bertumpang tindih.
1.
Mitos
a.
Hakikat dan kandungan
mitos
Mitos (myths) adalah salah satu jenis cerita
lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan supranatural
yang lain melebihi batas-batas kemampuan manusia. Menurut Lukens (via Burhan
Nurgiyantoro, 2005:172) mitos merupakan sesuatu yang diyakini bangsa atau
masyarakat tertentu yang pada intinya menghadirkan kekuatan-kekuatan
supranatural. Mitos berbicara tentang hubungan manusia dengan dewa-dewa, atau
antardewa, dan itu merupakan suatu cara manusia menerima dan menjelaskan
keberadaan dirinya yang berada dalam perjuangan tarik-menarik antar kekuatan
baik dan jahat Huck dkk (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:173). Mitos juga sering
dikaitkan dengan cerita tentang berbagai peristiwa dan kekuatan, asal-usul
tempat, tingkah laku manusia, atau sesuatu yang lain. Ia hadir dengan
menampilkan cerita yang menarik, yang mengandung aksi, peristiwa, ber-suspense tinggi dan juga berisi konflik
kehidupan.
Kebenaran
cerita mitos itu sendiri patut dipertanyakan, terutama lewat sudut pandang
rasional dewasa ini, tetapi masyarakat pada umumnya menerima kebenaran itu
tanpa mempertanyakan kembali. Menurut Saxbyc (via Burhan
Nurgiyantoro, 2005:173) kenyataan bahwa mitos muncul pada tiap masyarakat dan
atau kultur berkaitan dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan untuk
menjawab persoalan yang tidak diketahuinya. Ia hadir untuk memenuhi dan
memuaskan rasa ingin tahu, memenuhi kebutuhan religi yang dipergunakan untuk
mengatur kehidupan. Oleh karena itu, mitos paling tidak pada awalnya dipandang
sebagai sesuatu yang keramat dan baru kemudian menjadi cerita rakyat yang
diwariskan secara turun temurun.
Mitos
sering dikaitkan dengan cerita yang bersifat religius dan spiritual. Hal ini
juga dikemukakan oleh Hamilton (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:173) bahwa mitos
merupakan sebuah kebenaran, kebenaran yang diyakini oleh masyarakat. Ia
memberikan semacam tuntunan dan berkekuatan spiritual kepada masyarakat. Ia
sengaja dikreasikan masyarakat pada waktu itu untuk memahami keajaiban dan
keagungan semesta. Ford (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:174) mengemukakan bahwa
mitos memandang realitas sebagaimana halnya dengan mimpi, ia berbicara tentang
kejiwaan dan kehidupan kita. Jika dilihat sudut luarnya sajha, alur ceritanya
saja, mitos bersifat fantastik, kurang dapat diterima secara logika, tetapi
inti dalamnya adalah suatu kebenaran.
Jadi,
berdasarkan kenyataan bahwa kehidupan
masyarakat diikat oleh keyakinan terhadap mitos, mitos tetap dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan psikologis yang paling dalam. Hal itu tidak saja berkaitan
dengan kebutuhan pemahaman atau budaya, tetapi juga berkaitan dengan perspektif
histori, kultural, estetis, dan spiritual, Saxbyc (via Burhan
Nurgiyantoro, 2005:174). Mitos dapat dipandang sebagai sebuah kebanggaan,
kebanggan masyarakat bahwa mereka mempunyai sejarah masa lalu yang dalam banyak
hal dipandang sebagai wujud kebesaran, dan kini dipandang sebagai salah satu
bentuk identitas bangsa yang penting.
b.
Jenis mitos
Mitos
dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori berdasarkan sudut pandang tertentu.
Huck dkk (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:175) membedakan mitos ke dalam tiga
jenis berdasarkan isi yang dikisahkan, yaitu (i) mitos penciptaan (creation myths), (ii) mitos alam (nature myhts), dan (iii) mitos
kepahlawanan (hero myths). Disamping
itu, ada juga yang terkait dengan sejarah maka kiranya perlu ditambahkan satu
jenis lagi, yaitu mitos sejarah.
1) Mitos
penciptaan
Mitos
penciptaan (creation myths) atau
disebut juga mitos asli (origin myths)
adalah mitos yang menceritakan dan atau menjelaskan awal mula kejadian sesuatu.
Tiap masyarakat yang berlatar belakang budaya tertentu memiliki mitos yang
berkisah tentang awal mula dan atau penciptaan itu, seperti cerita tentang
bagaimana kejadian dunia, manusia, binatang, matahari, dan bulan, dan
lain-lain. Di masyarakat Jawa juga terdapat sebuah mitos yang mengisahkan
terjadinya berbagai tempat tertentu, misal mitos terjadinya Gunung Merapi,
kabut yang mengelilingi Gunung Merapi itu, kejadian binatang tertentu, dan
lain-lain. Mitos yang berasal dan hidup di Jawa
banyak yang berkaitan dengan dewa-dewa tokoh wayang. Wayang adalah
cerita tradisional Jawa yang paling tua, bahkan telah ada sejak zaman
prasejarah., maka wajar jika tokoh-tokoh wayang itu menjadi mitos dan legenda.
Contohnya misal, mitos tentang Dewi Sri –yang Dewi kesuburan itu- yang turun ke
dunia dan dikejar-kejar oleh Kala Gumarang yang kemudian dikutuknya menjadi
babi hutan, dan bani hutan sampai kini suka merusak tanaman, khususnya padi,
sebagai bentuk pembalasan kepada Dewi Sri, mitos Kejadian Gua Kiskenda di barat
Yogyakarta, dan lain-lain.
2)
Mitos alam
Mitos
alam (nature myths) adalah cerita
yang menjelaskan hal-hal yang bersifat alamiah seperti formasi bumi, pergerakan
matahari dan bumi, perbintangan, perubahan cuaca, karakteristik binatang, dan
lain-lain. Cerita wayang dari Jawa banyak menampilkan mitos jenis ini, misalnya
Batara Wisnu adalah dewa penjaga alam, Batara Bayu dewa angin, Batara Brama
dewa api, Batara Baruna dewa laut, Batara Kamajaya-Dewi Ratih dewa-dewi cinta,
dan lain-lain. Di tangan para dewa penguasa alam tersebut, wilayah alam
tertentu akan tunduk. Misalnya api akan tunduk kepada Batara Brama. Cerita
tentang Nyai Rara Kidul (Ratu Laut selatan) yang mampu menaklukkan laut yang
terkenal dengan gelombangnya yang ganas dalam mitos masyarakat Jawa dapat
dimasukkan ke dalam mitos jenis ini.
Dalam mitos ini diceritakan antara Nyai Rara Kidul mampu memerintahkan
gelombang sebagaimana yang dikehendakinya.
3) Mitos
kepahlawanan
Mitos
kepahlawanan (hero myths) adalah
mitos yang mengisahkan seorang tokoh yang menjadi pahlawan karena kualifikasi
dirinya memiliki keajaiban tertentu di luar nalar kemanusiaan. Jadi, tokoh
cerita yang ditampilkan adalah tokoh yang memiliki kekuatan supranatural,
keajaiban, atau kualifikasi lain sebagaimana yang dimiliki dewa-dewa, atau
manusia setengah dewa, yang dikisahkan dalam perjalanan hidupnya luar biasa. Di
cerita Yunani klasik dikenal adanya nama Hercules, putra Zeus, raja para dewa,
dengan perempuan bukan dewa, yang memiliki kesaktian luar biasa yang berjaung
melawan kejahatan. Kisah hidup Nyai Rara Kidul atau Ratu laut Selatan kiranya dapat
dikategorikan sebagai mitos jenis ini. Kisah hidup Nyai Rara Kidul adalah
sebagai berikut. Raja MundingWangi mempunyai seorang putri yang amat cantik,
yaitu Kadita atau disebut Dewi Srengenge. Raja masih bersedih karena tidak
mempunyai anak laki-lakiyang bakal menggantikan nya sebagai raja, maka ia kawin
lagi dengan dewi Mutiara, dan lahirlah seorang anak laki-laki. Tetapi kemudian
Dewi Mutiara yang berwatak dengki mengguna-gunai Kadita sehingga menjadi
perempuan kudisan dan kurapan. Dengan berat hati raja terpaksa membuang
putrinya agar tidak membawa aib. Kadita pun pergi dari istana dengan bersikap
pasrah kepada Maha Pencipta dan tidak mendendam, dan akhirnya sampailah di tepi
laut selatan. Ia mendengar suara yang seolah-olah memanggilnya untuk menceburkan
dirinya ke laut. Begitu tubuhnya menyentuh air laut, ia segera pulih kembali
menjadi putri yang cantik jelita. Ia pun segera mendirikan kerajaan di dasar
samudra dengan istana yang indah dan menjadi ratu penguasa laut selatan dan
dunia gaib. Karena bersifat gaib, kerajaan dan istananya tidak dapat dilihat
dengan mata biasa. Cerita mitos ini memberikan pesan moral bahwa seseorang
haruslah secara ikhlas menerima musibah dan itu semua akan membawa hikmah.
4) Mitos
sejarah
Mitos
ini merupakan mitos yang hubungannya dengan peristiwa sejarah, peristiwa dan
tokoh yang benar-benar ada dan terjadi. Jadi, ia merupakan gabungan antara
cerita mitos dengan tokoh dan peristiwa sejarah. Tokoh dan sebagian
peristiwanya dapat ditemukan dalam sejarah, namun sebagian peristiwa yang lain
sulit dibuktikan kebenarannya dan bahkan kurang dapat diterima logika biasa.
Jadi, mitos sejarah pada umumnya hadir dengan maksud untuk mendewakan tokoh
sejarah yang bersangkutan tentang kesaktian, kemampuan, kebijakan, atau
kualifikasi kepribadian yang lain. Contoh mitos sejarah Panembahan Senapati,
pendiri dan raja pertama kerajaan Mataram, merupakan salah satu tokoh sejarah
yang banyak dikaitkan mitos karena kemampuan, kesaktian, dan kebijakannya
sebagai raja. Ia dikisahkan mempunyai hubungan dan sering berhubungan dengan
Nyai Rara Kidul, salah seorang tokoh mitos yang lain. Jika menghendaki sesuatu
yang cukup sulit dilakukan, Panembahan Senapati sering meminta bantuan kepada
Nyai Rara Kidul, dan Nyai Rara kidul pun akan dengan senang hati membantunya.
Misalnya, ketika Panembahan Senopati bermaksud melepaskan diri dari kekuasaan
raja Pajang, Sultan Hadiwijaya, yang adalah ayah angkatnya sendiri, Panembahan
Senapati minta bantuan Nyai Rara Kidul, sedang pamanya, Ki Juru Mertani,
meminta bantuan kepada kekuatan halus lain di Gunung Merapi.
2.
Dongeng Rakyat
a.
Hakekat dongeng
Menurut Burhan
Nurgiyantoro (2005:198) Dongeng merupakan salah satu cerita rakyat (flolktale) yang cukup beragam cakupanya
bahkan untuk memudahkan penyebutanya, semua cerita lama, termasuk ketiga jenis
cerita yang sudah diceritakan di atas sering begitu saja disebut sebagai
dongeng. Misalnya, Bawang Merah Bawah Putih, Timun Emas. Dongeng berasal dari
kelompok etnis, masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan dunia baik
yang berasal tradisi lisan maupun yang sejak semula diceritakan secara
tertulis.
Istilah dongeng dapat
dipahami sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal
sering tidak masuk akal. Dari sudut pandang ini, dongeng dapat dipandang
sebagai cerita fantasi walaupun terkesan aneh dan secara logika sebenarnya
tidak dapat diterima. Karena dongeng berisi cerita yang tidak benar-benar
terjadi, kemudian berkembang makna dongeng secara metaforis, dongeng sebagai
salah satu genre cerita anak tampaknya dapat dikategorikan sebagai salah satu
cerita fantasi dan dilihat dari segi panjang cerita biasanya relatif pendek.
Selain itu, pada
umumnya dongeng juga tidak terikat oleh waktu dan tempat, dapat terjadi dimana
saja, dan tanpa ada pertanggungjawaban pelataran. Kekurangjelasan latar
tersebut sudah terlihat sejak cerita dongeng dimulai, yaitu sering
mempergunakan kata-kata pembuka penunjuk waktu seperti pada zaman dahulu kala,
pada zaman dahulu ketika binatang masih bisa bercakap-cakap seperti halnya
manusia. Ketidakjelasan latar tersebut dapat memberikan kebebasan pembaca (anak)
untuk mengembangkan daya fantasinya kemana pun dan kapan pun mau dibawa. Namun
bagi orang dewasa, misalnya ingin mengetahui kebenaran dan kepastian untuk
memperkirakan munculnya cerita dongeng yang bersangkuta menjadi terhambat.
Namun demikian, sebagian dongeng menunjukan latar tertentu yang menyangkut
waktu maupun tempat.
Isi dongeng pun
bukannya tanpa unsur kebenaran, dalam arti hal-hal yang dikisahkan itu
berangkat dari tokoh dan peristiwa yang benar-benar ada dan terjadi. Dilihat
dari sudut pandang dongeng menjadi bertumpang tindih dengan legenda. Namun,
juga tidak mudah dikenali unsur mana yang merupakan cerita fantasi yang
benar-benar ada dan terjadi. Dilihat dari segi penokohan, tokoh-tokoh dongeng
pada umumnya terbelah menjadi dua macam yaitu tokoh berkarakter baik dan buruk.
Selain itu, dilihat dari unsur karakter tersebut tokoh dongeng umumnya lebih
berkarakter sederhana.
Kemunculan dongeng
berfungsi untuk memberikan hiburan, dan sebagai sarana mewariskan nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu. Dongeng juga
merupakan suatu bentuk cerita rakyat
yang bersifat universal yang dapat ditemukan di berbagai pelosok
masyarakat dunia.
b.
Dongeng klasik dan
modern
Sesuai dengan pembedaan
yang dilakukan Stewig (1980:160-1), dongeng klasik termasuk kedalam sastra
tradisional (traditional literarture),
sedangkan dongeng modern ke dalam sastra rekaan (composed literature). Dongeng klasik adalah cerita dongeng yang
telah muncul sejak zaman dahulu yang telah mewaris secara turun-temurun melalui
tradisi lisan. Dongeng modern adalah cerita dongeng yang sengaja ditulis untuk
maksud bercerita dan agar tulisanya itu dibaca oleh orang lain.
Contoh dongeng klasik
Indonesia adalah Timun Emas. Dongeng itu berkisah tentang Mbok Randa yang
kesepian karena tidak memiliki anak. Maka, ia pun berdoa agar dikaruniani anak.
Doanya terkabul dengan kehadiran raksasa yang mau memberikan anak tetapi dengan
syarat kelak setelah berusia 16 tahun anak itu diminta untuk dimakan dan Mbok
Randa pun menyanggupinya. Raksasa memberikan biji mentimun untuk ditanam dan
dalam waktu dua minggu, tanaman tersebut berbuah banyak. Salah satu buah itu
terlihat besar berwarna kuning keemasan. Buah itu kemudian dipetik dan dibalah
oleh Mbok Randa dan terlihat seorang bayi perempuan yang diberi nama Timun
Emas. Ketika Timun Emas berusia 16 tahun, raksasa itu pun datang menagih janji,
tetapi Mbok Randa meminta waktu dua tahun lagi agar Timun Emas lebih besar.
Mbok Randa mendapatkan petunjuk agar meminta bantuaan seorang pertapa untuk
menyelamatkan Timun Emas. Oleh sang pertapa, ia diberi empat macam barang yaitu
timun, jarum, garam, dan terasi sebagai senjata. Ketika raksasa datang lagi,
Timun Emas lari dengan membawa keempat barang tersebut.
Raksasa pun mengejar
Timun Emas. Ketika sudah dekat, Timun Emas melemparkan biji mentimun dan
seketika berubah menjadi buah timun ranum yang banyak dan raksasa berhenti
memakannya. Begitulah dengan ketiga senjata yang lain, ketika dilemparkan oleh
Timun Emas untuk menghambat pengejaran raksasa itu, jarum berubah menjadi
bambu, garam berubah menjadi lautan, dan terasi berubah menjadi lautan lumpur.
Jika ketiga rintangan sebelumnya dapat dilewati oleh raksasa itu, rintangan
keempat tidak berhasil dilaluinya, maka raksasa itu pun tenggelam. Akhirnya
Timun Emas kembali hidup damai dengan Mbok Randa. Jadi, cerita dongeng ini
memberikan pesan moral kepada pembaca yaitu bahwa orang yang berkarakter baik
dan mau berusaha gigih pada akhirnya akan dapat mengalahkan ancaman dari orang
jahat dan lebih kuat.
Sedangkan dongeng modern adalah cerita fantasi modern.
Sebagai sebuah dongeng modern, cerita-cerita itu sengaja dikreasikan oleh
pengarang yang mencantumkan namanya. Oleh karena itu, selain dimaksudkan untuk
memberikan cerita menarik dan ajaran moral tertentu, ia juga tampil sebagai
sebuah karya seni yang memiliki unsur-unsur keindahan yang antara lain dicapai
melalui kemenarikan cerita, penokohan, pengaluran, dan stile.
Cerita-cerita seperti Harry Potter (J.K. Rowling), Lord of the rings (J.R.R.Tolkien), Goosebumps (R.L.Stine), dan buku-buku
cerita karya HC. Anderson, dan lain-lain cerita serialnya telah diindonesiakan
itu dapat dikategorikan sebagai dongeng modern atau cerita fantasi. Contoh untuk karya Indonesia misalnya adalah
buku hilangnya ayam bertelur emas
(Djokolelono). Namun isi cerita dan detil-detil, termasuk didalamnya aspek
pelataran, sering disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masa kini. Hal itu
dimaksudkan sebagai “pemandu” bagi pembaca anak yang hidup di zaman sekarang.
3.
Fabel
a.
Hakikat cerita binatang
Cerita
binatang (Fabel) adalah salah satu
bentuk cerita (tradisional) yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.
Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya komunitas
manusia, juga dengan permasalahan hidup layaknya manusia. Mereka dapat
berpikir, berlogika, berberperasaan berbicara, bersikap, bertingkah laku, dan
lain-lain sebagaimana halnya manusia dengan bahasa manusia. Cerita binatang
seolah-olah tidak berbeda halnya dengan cerita yang lain, dalam arti cerita
dengan tokoh manusia, selain bahwa cerita itu menampilkan tokoh binatang.
a.
Asal-usul cerita binatang
Menurut
Fang (via Burhan Nurgiyantoro, 2005:193) paling tidak ada dua pendapat yang
memberikan argumentasi. Pertama, cerita binatang sudah muncul sejak manusia
masih primitif, dan dalam masyarakat primitif orang tiap hari berkumpul dengan
binatang. Kedua, cerita binatang berasal dari India dan kemudian menyebar ke
Asia dan Eropa karena di India terdapat banyak cerita binatang yang termashur
seperti Jataka, Pancatantra, dan Sukasaptati. Dalam kepercayaan masyarakat
India, makhluk-makhluk itu hakikatnya sama saja karena dalam titisannya manusia
dapat menjadi binatang, dan sebaliknya binatang dapat menjadi manusia. Oleh
karena itu, binatang-binatang juga diceritakan dapat berbicara, berpikir, dan
berasa sebagaimana halnya manusia.
b.
Jenis Fabel
1)
Fabel klasik
Cerita
binatang sudah ada sejak zaman Yunani klasik dan India kuno misalnya cerita
yang berjudul Jataka dan Pancatantra. Di Indonesia cerita itu juga ditemukan di
Malayu, Jawa, Sunda, Toraja. Dalam cerita itu selalu ditampilkan binatang yang
menjadi peran utama, kecil, lemah, tetapi cerdas sehingga dapat menundukkan
binatang-binatang yang besar dan kuat. Pada sastra Melayu dan Jawa tokoh
binatang itu adalah kancil, sedang pada sastra Sunda kera, dan di Toraja
kerahantu.
Contoh penggalan
cerita kancil yang telah dikutip dari buku yang ditulis oleh Burhan (2005:195) :
Kancil memperoleh kekuatan
setelah menggosokkan badannya ke getah pohon ara. Setelah Kancil mendamaikan
Kambing dengan Harimau, ia menjadikan termashur. Apalagi setelah mampu membunuh
raksasa dengan tipu dayanya, binatang-binatang yang lain takluk kepadanya.
Namun, Kera tidak mau takluk dan minta bantuan Gajah, Singa, dan Buaya.
Ketiganya pun dapat dimatikan oleh Kancil. Kancil kemudian menghukum Kera
dengan ditipu Secara prinsipial tidak ada perbedaan antara
fabel klasik dan fabel modern kecuali bahwa yang disebut belakangan ditulis
relative belum lama dan sengaja dimaksudkan sebagai bahan bacaan sastra. Namun,
bahwa cerita binatang dipergunakan untuk memberikan pesan moral kepada pembaca,
terutama anak-anak, merupakan tujuan lain hadirnya cerita itu baik dalam cerita
binatang klasik maupun modern.
menerjang sarang lebih
sehingga tubuhnya bengkak-bengkak. Kancil mengumumkan bahwa siapa pun yang
tidak mau tunduk kepadanya akan dihukum, maka tetaplah Kancil duduk di atas
singgasana kebesarannya.
b) Fabel
modern
Dilihat
jumlahnya fabel modern jauh lebih banyak daripada fabel klasik karena setiap
saat selalu saja bermunculan lewat berbagai media massa. Tokoh –tokoh binatang
yang dimunculkan amat beragam meliputi berbagai jenis binatang seperti bermacam
burung, ikan, binatang hutan, binatang rumahan dan lain-lain jauh lebih beragam
daripada dalam fabel klasik. Penyajiannya dalam bentuk buku bacaan juga
terlihat semakin menarik saja, yaitu dengan disertai gambar-gambar yang sesuai
pada tiap halaman dan dengan sampul depan yang tidak kalah menarik. Hal itu
tentu saja akan lebih menarik perhatian anak untuk membacanya.
contoh :
Cerita Keledai yang Dungu
yang pada halaman sampul dan tiap halaman dalam disertai gambar-gambar seperti
manusia dengan kepala tokoh binatang-binatang yang bersangkutan. Isi cerita
mengisahkan keledai yang selalu dapat ditipu binatang-binatang lain karena kebodohannya.
Mula-mula Kambing menipu Keledai agar mengharap Harimau karena ingin memakan
rumput, kemudian Beruang menyuruhnya mengambilkan madu di pohon dan Keledai
dikroyok Lebah. Setelah itu datang Tupai minta tolong mengambilkan bola di
sungai, dan ketika Keledai masuk ia dikejar-kejar buaya. Keesokan harinya ia
ditipu Rubah dengan menunjukkan tempat rumput yang hijau, tetapi dipasangi
perangkap, mak terjebaklah Keledai. Setelah itu, Keledai bertemu Kucing yang
meminta tolong mengambilkan laying-layang di pohon, dan ketika memanjay ia
terjatuh dan kesakitan, sedang kucing hanya menertawakannya. Akhirnya, Keledai
menyadari karena kebodohannya. Maka, ia bertekad untuk belajar agar tidak mudah
diperdayai kawan-kawannya. Pesan moral cerita ini jelas ditunjukkan pada akhir
cerita, yaitu agar tidak mudah ditipu oleh orang lain, kita harus giat belajar
agar pandai.
Jika
dibandingkan dengan fabel klasik, fabel modern lebih kontekstual dengan keadaan
dewasa ini. Hal ini mudah dipahami karena cerita itu diciptakan pada masa kini
dan untuk bacaan anak masa kini, sehingga alur ceritanya juga disesuaikan
dengan kondisi kehidupan msa kini. Dengan cara itu, anak lebih mudah masuk dan
terlibat secara emosional ke dalam alur cerita.
4.
Wayang
a.
Warisan seni budaya adiluhung
Bangsa
Indonesia memiliki warisan seni budaya yang tinggi nilainya, yaitu berupa
cerita wayang. Wayang yang telah melewati berbagai peristiwa sejarah, dari
generasi ke generasi, menunjukkan betapa budaya pewayangan telah melekat dan
menjadi bagian hidup bangsa Indonesia, khususnya Jawa. Wayang adalah sebuah
wiracarita yang berpakem pada karya besar, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Teks
asli kedua cerita itu ditulis dalam Bahasa Sansekerta. Setelah masuk ke Jawa,
kemudian disadur dan disunting ke dalam bahasa Jawa Kuno. Sehingga, jadilah
cerita Ramayana dan Mahabharata versi Jawa (Groenendael, via Nurgiyantoro,
1998:25). Kedua karya tersebut merupakan karya master piece dan kini dipandang sebagai kesenian tradisional yang adiluhung.
Cerita
wayang telah banyak diwariskan melalui media pertunjukan, terutama pertunjukan
wayang kulit. Cerita estetika wayang mula-mula diceritakan secara lisan
turun-temurun. Sebagai sebuah karya sastra, cerita wayang mempunyai ciri
kesastraan yang dominan, yaitu ciri estetik. Cerita wayang menganut
prinsip-prinsip estetika Timur.
Sesuai
dengan pakem cerita, pola karakter
tokoh wayang sudah pasti dan itu memudahkan penikmat mengenalinya karena
karakter akan menjadi familiar. Di dalam cerita wayang, hampir semua masalah
manusia terdapat di dalamnya dan kemampuannya menyerap berbagai cerita dan
kondisi zaman tanpa merusak pakem cerita sehingga wayang dapat dikatakan
sebagai ensiklopedi hidup.
5.
Lagenda
a. Hakikat Legenda
Legenda
adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mitos, perbedaan antara mitos
dengan lagenda tidak pernah jelas. Keduanya sama-sama menampilkan
cerita yang menarik dengan tokoh-tokoh yang hebat yang berada di luar
batas-batas kemampuan manusia lumrah. Hal yang membedakannya adalah bahwa mitos
sering dikaitkan dewa-dewa atau kekuatan supranatural yang luar jangkauan
manusia. Sebaliknya, walau sama-sama menghadirkan tokoh-tokoh yang yang hebat,
lagenda tidak mengaitkan tokoh-tokoh itu dengan tokoh, peristiwa, atau
tempat-tempat nyata yang mempunyai kebenaran sejarah (lukens, 2003:27).
Berbagai cerita yang diangkat menjadi lagenda adalah tokoh dan peristiwa yang
memang nyata, ada dan terjadi di dalam sejarah.
b.
Ciri-Ciri Legenda
Adapun beberapa ciri-ciri legenda adalah sebagai berikut.
1) Oleh yang empunya cerita dianggap
sebagai suatu kejadian yang sungguh- sungguh pernah terjadi.
2) Bersifat sekuler (keduniawian),
terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti
yang kita kenal sekarang. Tokoh utama dalam legenda adalah manusia.
3) “Sejarah” kolektif, maksudnya
sejarah yang banyak mengalami distorsi karena seringkali dapat jauh berbeda
dengan kisah aslinya.
4) Bersifat migration yakni dapat
berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda.
5) Bersifat siklus, yaitu sekelompok
cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu, misalnya di Jawa
legenda-legenda mengenai Panji.
c. Jenis-Jenis Legenda
Legenda dapat dibedakan ke dalam tiga jenis,
yaitu legenda tokoh, tempat dan peristiwa.
1)
Legenda tokoh
Legenda
tokoh dimaksudkan sebagai cerita lagenda yang mengisahkan ketokohan seorang
tokoh. Dengan kata lain, tokoh itulah yang menjadi lagenda karena kehebatan,
kesaktian, kebijakan, atau kualifikasi jati dirinya yang lain yang menyebabkan
kekaguman orang atasnya.
Di berbagai pelosok tanah air di Indonesia banyak ditemukan
tokoh yang hebat yang kehebatannya menjadi kisahdalam lagenda. Misalnya, kisah
Jaka Tingkir. Dikisahkan, sewaktu Jaka Tingkir bermaksud pergi ke Demak ia
harus melewati sungai ternyata dihuni banyak buaya dan buaya-buaya itu
menyerang getek (perahu) yang
dinaikinya. Maka, terjadilah pertempuran yang seru antara Jaka Tingkir dengan
buaya-buaya tersebut dan dimenangkan oleh Jaka Tingkir. Buaya-buaya yang kalah
itu akhirnya menjadi penyangga getek
yang dinaiki jaka tingkir. Cerita Jaka Tingkir ini mengandung pean moral antara
lain perlunya keberanian dan rasa percaya diri untuk menghadapi musuh atau
penghalang tujuan.
2)
Lagenda tempat peninggalan
Lagenda tempat-tempat peninggalan dimaksudkan
sebagai cerita yang berkaitan dengan adanya peninggalan-peninggalan tertentu
atau asal-usul terjadinya sesuatu penamaan tempat-tempat tertentu. Lagenda ini
dapat berupa cerita tentang adanya kejadian-kejadian tertentu menyebabkan
adanya tempat-tempat peninggalan yang hingga kini masih dapat dilihat, seperti
Gunung Baka, Gunung Tangkupanprahu, Rawa Pening, Telaga Ngebel, Telaga Warna,
dan lain-lain. Lagenda ini dapat berkaitan dengan penamaan tempat-tempat
tertentu, seperti Yogyakarta, Surakarta, dan lain-lain.
Lagenda tentang asal-usul penamaan
suatu tempat misalnya adalah kisah penamaan kerajaan Surakarta. Setelah
pemberontakan Cina di Kartasura dapat di selesaikan , Sunan Paku Buwana II
memindah kerajaan kearah Timur di Kampung Sala. Tetapi, nama itu terlalu
sederhana. Maka dicarilah nam yang tepa. Tumenggung Honggowongso dipercaya
Sunan mencari nama. Tumenggung Mertalaya meras iri, maka ia menyuruh menghadang
tumenggung itu dan membunuhnya. Ketika bertemu dijalan, prajurit itu tidak
dapat melakukan tugas itu karena melihat ketenangan Honggowoso. Honggowoso
kemudian berpesan untuk disampaikan kepada Martalaya bahwa kin bukan lagi zaman
sura, tetapi karta. Sebelum berpindah, dulu mereka berada dalam zaman karta lalu memasuki sura. Oleh karena itu, kini mereka berpindah dari kartasura ke Surakarta. Sesuatu yang aneh kemudian terjadi: sewaktu meresmikan
keraton, kerajan baru itu oleh Sunan Paku Buwana II diberi nama Surakarta.
Sementara itu, tempat bertemunya Hongowoso dengan prajurit yang mencegatnya
kemudian sampai kini diberi nama Kampung Honggowoso. Lagenda ini memberikan
pesan moral bahwa sikap tenang dapat mengalahkan niat jahat, dan sikap berjiwa
besar untuk menempatkan kepentingan yang lebih besar di atas kepentinagn sendiri.
3)
Lagenda peristiwa
Lagenda peristiwa adalah
peristiwa-peristiwa besar tertentu yang kemudian menjadi lagenda. Lagenda yang
berkaitan dengan peristiwa besar tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
tokoh-tokoh besar yang melagenda itulah yang sering menjadi pelaku peristiwa
yang dimaksud. Atau, dapat juga peristiwa-peristiwa besar. Namun demikian,
peristiwa besar itu tidak harus dilakukan oleh tokoh, melainkan juga karena
alam atau kehendak Maha Kuasa. Misalnya, kisah Maling Kundang dari Sumatra
Barat.
trimaksih atas wawasannya,,
BalasHapus